Photography memang memiliki aspek teknologi dan estetika. Sebagai teknologi, Photography
pada awalnya diciptakan sebagai alat rekam. Kamera berikut perlengkapan
yang memungkinkannya merekam citra (image) adalah aspek perangkat keras
(hardware) teknologi Photography sedangkan pengetahuan
tentang bagaimana cara menggunakan perangkat tersebut untuk
menghasilkan citra adalah aspek perangkat lunaknya (software).
Penguasaan aspek teknologi saja tidak
serta merta membuat orang menjadi seniman foto. Banyak orang mempunyai
kamera dan pengetahuan tentang bagaimana cara menggunakannya dengan
baik.
Namun karena cara dan tujuan penggunaan
aspek teknologi tersebut, mereka tidak dapat dikatakan sebagai seniman
foto. Seorang ibu yang menggunakan kamera untuk merekam momen-momen
penting dalam kehidupan keluarganya atau para peneliti yang menggunakan
kamera untuk mendokumentasikan objek penelitiannya tidak dapat dikatakan
sebagai seorang seniman foto, meskipun mungkin foto-foto yang
dihasilkannya secara teknis sempurna dan boleh jadi memiliki nilai
estetika yang cukup tinggi.
Demikian juga seorang wartawan foto yang
mengabadikan momen-momen penting sejarah. Meskipun karya-karya fotonya
boleh jadi istimewa dari segi teknis dan muatan ceritanya, karya-karya
itu tidak dapat dianggap sebagai karya seni, walaupun karya-karya itu
mempunyai nilai komersial tinggi, dikoleksi oleh museum dan/atau
dipamerkan di galeri-galeri terkemuka.
Seni tidak dapat dinilai dari aspek
teknis dan/atau komersialnya saja. Ada aspek yang lebih esensial yang
membuat suatu karya bisa digolongkan sebagai suatu ekspresi seni, yaitu
aspek kreatif-eksploratif-estetik. Dalam urutan ini, aspek estetik
dicapai bukan semata karena kelihaian dalam memanfaatkan aspek
teknologi, namun (dan ini yang lebih penting) karena adanya aspek
kesengajaan dan keinginan untuk menciptakan sesuatu yang baru yang lahir
dari perenungan gagasan yang bersifat eksploratif. Dengan kata lain,
perenungan eksploratif melahirkan gagasan untuk mencipta. Gagasan ini
kemudian dicarikan bentuknya dengan memanfaatkan aspek teknologi.
Jika teknologi yang ada belum
memungkinkan untuk memberikan bentuk ekspresi bagi gagasan yang dimiliki
oleh seorang seniman, maka seniman itu mungkin akan berusaha
menggabungkan beberapa teknologi yang ada, atau memanfaatkan teknologi
yang ada secara kreatif, atau bekerjasama dengan engineers menciptakan
teknologi baru untuk mewujudkan gagasannya itu. Jadi aspek teknologi
atau kesempurnaan teknis dalam hal ini tidak menjadi unsur utama, tapi
hanya pendukung atau alat berkreasi. Ilustrasi berikut mungkin bisa
sedikit menjelaskan mengenai hal ini:
Alif dan Baba sama-sama pecinta
Photography . Keduanya menguasai dan lihai menggunakan teknologi
inframerah untuk menghasilkan foto-foto yang indah. Jika aspek teknologi
dan estetika saja yang digunakan, maka keduanya dapat digolongkan
sebagai seniman foto. Namun ada satu hal yang membedakan Alif dan Bana.
Alif menggunakan teknologi inframerah untuk memberikan bentuk bagi
gagasan kreatif-eksploratif yang dimilikinya. Karya-karya fotonya selalu
mengandung ungkapan-ungkapan estetik yang kreatif dan mengejutkan
(mungkin dengan pilihan subjeknya, sudut pengambilannya, atau eksplorasi
nirmananya). Oleh karena itu, karya-karyanya mempunyai ciri khas yang
menjadi signature kesenimanannya.
Baba juga menggunakan teknologi
inframerah. Namun dia memanfaatkan teknologi ini bukan untuk memberi
bentuk bagi gagasan-gagasan eksploratif-kreatifnya, tapi sekedar karena
curiosity (rasa ingin tahu/mencoba) kehebatan teknologi ini. Subjek dan
sudut pengambilan yang dipilihnya boleh jadi sekedar meniru atau
menjiplak dari orang-orang sekelas Alif. Tidak ada unsur kejutan kreatif
yang secara konsisten melahirkan ciri khas yang bisa menjadi signature
bagi karya-karya yang dihasilkannya. Dalam contoh ini, Alif dapat kita
golongkan sebagai seniman foto, sedangkan Bana barangkali lebih tepat
disebut sebagai tukang foto atau Photographer.
Memang contoh di atas bisa menimbulkan
perdebatan. Di dunia di mana segala sesuatu bisa diproduksi secara
massal (mass-produced culture), sesuatu yang hari ini dianggap sebagai
suatu bentuk ekspresi adikreasi estetik, besok boleh jadi sudah banyak
ditemukan tiruan atau simulakrumnya. Karena fenomena inilah, apa yang
sempurna secara teknis/teknolgis dan memiliki nilai estetika yang
menyenangkan indera namun bersifat (dan diproduksi secara) massal
umumnya digolongkan ke dalam seni populer (pop arts).
Sementara itu, ekspresi seni yang
mempunyai nilai orisinalitas yang tinggi dari segi gagasan
ekploratif-kreatifnya biasanya digolongkan ke dalam Arts (Seni dengan S
besar). Seni (dengan S besar) seringkali menjadi sumber inspirasi bagi
seni (dengan s kecil) yang bersifat lebih merakyat alias populer. Suatu
karya foto bisa masuk ke dalam Seni (dengan S besar) atau seni (dengan s
kecil). Semua bergantung pada apakah karya itu memiliki nilai
kreatif-eksploratif yang khas dan orisinal dari segi gagasan yang
melandasinya, atau hanya sekedar tiruan atau simulakrum dari
gagasan-gagasan inspiratif yang lahir dari proses perenungan kreatif
para maestro.
0 komentar:
Posting Komentar